Sudah lama sejak terakhir kali saya berbagi catatan kecil di blog sederhana ini, dan dengan cepatnya kita memasuki tahun 2024. Saat kita memasuki awal tahun, kebanyakan dari kita cenderung merencanakan resolusi baru.
Dari berbagai resolusi yang mungkin kita tetapkan, salah satu yang paling berharga adalah meningkatkan dimensi spiritualitas kita.
Ketika saya menulis entri blog ini, tanggalnya telah melangkah ke tanggal 23 Syaban 1445 H, yang berarti hanya tinggal beberapa hari lagi menuju bulan Ramadan yang mulia.
Saya merasa bahwa saatnya bagi saya untuk merintis perbaikan spiritualitas, dan saya memulainya dengan fokus pada peningkatan pengalaman berpuasa di bulan Ramadan yang sebentar lagi tiba.
Terdapat sebuah karya yang bisa saya baca ketika memasuki bulan mulia ini, yakni sebuah buku yang berjudul "Mukhtashar Minhajul Qashidin," yang ditulis oleh seorang ulama besar kelahiran Palestina, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, yang sangat saya kagumi.
Secara singkat, buku ini merupakan ringkasan dari karya monumental "Minhajul Qashidin" yang ditulis oleh Ibnul Jauzy, yang juga merupakan penyederhanaan dari "Ihya ulumuddin" yang ditulis oleh Imam Al Ghazaly. Ini adalah sebuah mahakarya yang merangkum berbagai aspek yang berkaitan dengan Islam dan kehidupan kaum muslimin.
Saya berkeinginan untuk berbagi manfaat yang saya peroleh dari buku ini kepada para pembaca, yang menurut saya memiliki nilai yang sangat berharga dalam menyegarkan dan meningkatkan dimensi spiritualitas saya.
Buku ini memang tidak secara spesifik membahas fiqh ibadah puasa (yang sedang kita bahas), namun ia menggali sudut pandang lain yang mengupas rahasia dan urgensi dari setiap ibadah.
Keutamaan Puasa
Ibn Qudamah rahimahullah menjelaskan bahwa ibadah puasa memiliki keutamaan yang khusus dari ibadah yang lain. Ia adalah hubungan yang tertutup antara seorang hamba dengan Rabb-nya.
Sebagaimana dalam hadits qudsi : "Puasa itu untukKu dan Aku memberi balasannya"
Minimal terdapat 2 alasan yang signifikan atas kemuliaan ibadah puasa ini:
Puasa merupakan amalan yang rahasia dan amalan bathin yang orang lain tidak bisa melihatnya, sehingga punya potensi selamat dari riya bagi pelakunya.
Melemahkan musuh Allah, dalam hal ini misalnya syahwat (sebagai wasilah yang digunakan musuh Allah) yang menguat karena makan dan minum.
Level Puasa
Ibn qudamah mengkelaskan puasa ini menjadi 3 tingkatan: puasa umum, puasa khusus, dan puasa khusus dari yang khusus.
Puasa Umum
Meliputi memenuhi kebasahan puasa yang menahan perut dan kemaluan dari memenuhi hawa nafsunya.
Puasa Khusus
Ialah level dimana puasa disempurnakan dengan menjaga pandangan, lisan, tangan, kaki, pendengaran, dan anggota badan lainnya dari dosa-dosa.
Puasa Khusus dari yang Khusus
Level ini berada di atas lagi dari puasa khusus, yakni orang berpuasa tidak melewatkan puasanya hati dari keinginan rendahan, pikiran yang menjauhkan dari Allah, menahannya dari ibadah kepada Allah secara total.
Etiket Berpuasa
Dapat kita lihat bahwa terdapat kespesialan ibadah puasa dan akan lebih lengkap jika kita "bermain" di level yang tidak hanya memenuhi praktik puasa itu sendiri, tapi di level khusus yang memaintain aspek spiritualitas kita.
Ibn qudamah menjelaskan bahwa puasa khusus perlu penyertaan adab semisal menundukkan pandangan dan menjaga lisan dari ucapan yang menyakiti, haram atau kata-kata yang tidak berguna. serta perlunya menjaga anggota badan yang lain sebagaimana dalam hadith nabi:
"Barang siapa yang tidak meninggalkan kata-kata dusta dan melakukannya, maka Allah tidak memerlukan untuk dia meninggalkan makan dan minumnya" (Al bukhari 1903).
Adab yang lain ialah tidak mengisi perut di malam hari kecuali sebatas kebutuhannya saja. hal ini berkenaan dengan "Anak cucu adam tidak mengisi bejana yang lebih buruk daripada perut" (Riwayat Ahmad 17155).
Bila seseroang kenyang ketika malam, maka ia tidak dapat memaksimalkan sisa malamnya. Begitupula diwaktu sahur apabila terlalu kenyang, ia akan kesulitan memaksimalkan aktifitas hingga siang.
Kekenyangan mengundang kemalasan dan rasa berat, dan malah menghilangkan esensi puasa itu sendiri yakni: merasakan kelaparan dan menekan human desire.